Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 November 2023
Bacaan Alkitab: Amos 5:18-24; Mazmur 70; 1 Tesalonika 4:13-18; Matius 25:1-13
Apakah pernah mempunyai pengalaman menjadi seorang pengapit pengantin seorang yang begitu special dalam hidup kita? Karena kita begitu mengasihinya maka kita akan melakukannya dengan sebaik-baiknya. Bukan karena keterpaksaan, ancaman, juga bukan harapkan hadiah daripadanya. Tetapi karena sangat mengasihinya. Dalam Alkitab ada istilah עֹמֵד - 'OMED, dalam artian "STAY READY" dan "GET READY" untuk melakukan aksi-nyata tindakan kasih (relasi yang begitu kuat). Sesungguhnya demikianlah dedikasi yang benar kepada Tuhan. Bukan sekedar kasih sayang mendalam kepada pribadi Allah, melainkan lebih merupakan penghayatan akan kesetiaan.
Pada bacaan Injil kita hari ini sesungguhnya persiapan yang dimaksud bukan sekedar hal – hal praktis apa saja. Melainkan tentang gaya hidup. Mendadani “tampilan dalam” dengan cara membuka hatinya untuk belajar dari pengalamannya, dari alam sekitarnya, dan dari hukum-hukum Tuhan. Tentang gaya hidup: hidup dalam kekudusan pernikahan, menguasai hawa nafsu, memperlakukan saudara dengan baik, dan membangun hubungan yang baik dengan sesama.
Perumpamaan ini menyajikan gaya hidup gadis yang bodoh dan bijaksana. Menjadi aib besar bagi seorang gadis yang memasuki umur dewasa bila tidak sempat ikut meramaikan pesta pernikahan sebagai pengiring pengantin. Gadis yang bodoh teledor. Tidak membawa cukup bekal, sehingga kehilangan kesempatan berharga ikut mempelai untuk menjemput pengantinnya. Sebaliknya gadis yang bijaksana begitu teliti, berpikir jauh ke depan dan berjuang dengan gigih untuk tanggung jawab yang diembannya.
Kedatangan calon mempelai pria atau yang dimaksudkan di sini adalah ketika Tuhan datang kembali tidak bisa diduga. Dalam perumpamaan disampaikan betapa Kedatangan pengantin laki-laki tidak dapat diprediksi. Dapat tertunda atau lebih cepat disebabkan oleh tawar menawar tentang mas kawin yang belum selesai. Sementara itu gadis-gadis pengiring pengantin menunggu, mereka mengantuk, dan tertidur. Baik gadis-gadis yang bodoh maupun yang bijaksana. Kesepuluh gadis yang menunggu ada lelah, ringkih dan terbatasnya. Demikianlah kenyataan mengenai kedatangan Tuhan. Sudahkah kita memperhatikan segala kekuarangan kita? Dan mengatasinya dengan serius?
Kita diundang untuk konstan (bertahan). Konstan: tanpa persediaan minyak, obor mereka akan segera padam bahkan sebelum prosesi dimulai. Itu artinya bagaimana asupan spiritualitas harian kita? Refleksi spiritual harian kita seperti apa? Apakah konstan? Konstan: melibatkan diri secara penuh ke dalam situasi dan mengikuti kehendak Tuhan dengan sepenuh hati.
Pdt. Pramudya Hidayat