Hidupmu kitab terbuka Dibaca sesamamu Apakah tiap pembacanya Melihat Yesus dalammu?

“Berat! Sungguh berat!” Seruan ini ingin keluar dari hati saya. Bagaimana tidak? Menjadi kitab terbuka?

Apakah saya sanggup menjadi kitab yang memancarkan kemuliaan Tuhan? Terlebih, kitab itu terbuka, siapa pun dapat melihatnya! Karena kelainan bawaan sejak lahir, saat ini saya lumpuh dari bahu ke bawah, sehingga tidak pernah bisa lepas dari bantuan orang lain. Selalu ada orang yang mengamati kehidupan saya.

Bagaimana saya dapat menjadi kitab yang terbuka? Saya seorang yang kerap merasa minder, terutama karena kondisi fisik ini. Bagaimana mungkin saya dapat menjadi gambaran-Nya, jika saya tidak mampu mandiri, dan selalu membutuhkan orang lain? Saya terjebak dalam pemikiran ini dalam waktu yang sangat lama. Bahkan, ketika menuliskan kisah ini, saya kembali terjebak, tersandung, dan jatuh. Ketika ajakan untuk menulis dari seorang teman di redaksi Majalah Sepercik Anugerah datang, mulut saya mengiyakan, tetapi batin ini bolak-balik menyeret dan menjauhkan saya dari tekad untuk menulis.

Tuhan, tulisan apa yang ingin Engkau tulis pada “kitab”-Mu ini? Ada ungkapan, rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Sesungguhnya, banyak sekali keindahan karya Tuhan. Namun, saya selalu merasa, apa yang saya miliki, rasakan, dan alami, tidak sebanding dengan orang lain.

Alih-alih mengabaikan, justru sebaliknya. Tuhan tidak tinggal diam membiarkan saya terjebak dalam jurang keminderan. Tangan-Nya selalu terulur, menyentil saya. Entah sebagai jawaban doa secara langsung, kejutan tak terduga, ataupun kilas balik ingatan akan pertolongan dan penyertaan-Nya. Dia juga kerap mengizinkan saya mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, mengkhawatirkan, membuat kesal, dan sebagainya, yang membuat saya bertumbuh, sehingga kemudian dapat lebih menyadari keindahan karya-Nya. Sering kali saya pikir, saya baru akan siap bersaksi setelah dapat sepenuhnya meresapi keindahan karya-Nya. Tetapi Tuhan mengatakan, “TIDAK!” Panggilan-Nya datang tanpa menunggu saya merasa siap. Panggilan untuk bersaksi semakin banyak, baik secara lisan, tulisan, lewat perbuatan, perilaku, hingga pemikiran. Dia menyelipkan resah dan takut ketika saya menunda, bahkan menolak panggilan-Nya.

“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kisah Para Rasul 1:8)

Di luar dugaan, ayat yang mendasari tema edisi Sepercik Anugerah kali ini menjadi alat Tuhan menyentil saya. Dikatakan-Nya, kita menerima kuasa ketika Roh Kudus turun atas kita. Jadi, ketika dipanggil-Nya, saya menerima kuasa dari Allah. Dalam merespons panggilan tersebut, Ia tidak akan membiarkan saya berjalan sendiri. Roh Kudus akan turun memberi hikmat untuk menulis dan bersaksi, sebagai kitab-Nya yang terbuka. Sewaktu diberikan tema ini, sempat terpikirkan untuk bersaksi dengan menuliskan pengalaman-pengalaman saya bersama-Nya.

Tetapi sewaktu hendak memilih pengalaman yang ingin dituangkan, pikiran saya seolah kosong. Setelah berdoa memohon pimpinan-Nya, apa yang saya tuliskan kali ini bahkan tidak pernah terbersit dalam rencana dan keinginan saya sebelumnya. Begitu sederhana! Ketika membaca dan merenungkan tulisan ini, saya jadi terdiam. “Benar, Tuhan! Mengapa saya berpikir begitu rumit? Padahal sesederhana ini pun sudah merupakan suatu kesaksian! Bahwa saya dapat menulis seperti ini pun, semuanya karena hikmat Roh Kudus!”