Lanjutan dari edisi sebelumnya (link untuk membaca tulisan sebelumnya).

Gereja membuat kegiatan misi penginjilan, tapi kalau ditelisik, itu hanya menggunakan sekitar dua persen anggaran dari uang persembahan yang masuk. Uang yang ada lebih banyak digunakan untuk membuat gedung gereja lebih megah dan mentereng, untuk membeli alat-alat musik dan multimedia yang paling modern dan mutakhir, agar jemaat bisa beribadah dengan bersemangat. Perlu ada acara makan-makan mewah saat rapat gereja. Apa yang dilakukan gereja tersebut, segalanya terlihat normal, bukan dosa. Justru inilah liciknya dosa.

Dosa berhasil memanipulasi manusia. Apa yang dianggap normal dan baik, ternyata melanggar kebenaran yang paling hakiki dari Tuhan. Bahkan sebagai kompensasi, hiburan, kita berkata, “Gereja memang bukan untuk orang sehat tapi untuk orang sakit!” namun bagi saya, itu adalah manipulasi iblis. Gereja tidak lagi dilihat sebagai altar kudus Tuhan, sebagai hadirat mahasuci Tuhan, sebagai ruang keluarga, di mana Tuhan adalah kepala keluarga dan kita anak-anak-Nya, dalam sebuah relasi yang kudus dan benar. “Roh itu penurut, tapi daging lemah,” ungkap Yesus di taman Getsemani. Paulus mengatakan, “aku ingin hidup dalam roh, tapi keinginan daging terus mendesakku.” Memuaskan daging adalah natur dosa. Keangkuhan hidup, keinginan daging, dan keinginan mata, sepertinya sebuah kutukan dosa yang sampai kapan pun tak akan mampu dilawan oleh manusia. Natur atau kutuk dosa bagaikan darah yang mengalir dalam setiap sendi dan urat manusia. Manusia menghidupi dan menikmatinya.

Lihatlah Daud, sang pemazmur, yang sering kali mengungkapkan bahwa jiwanya merindukan Tuhan, seperti rusa merindukan air yang bening. Jiwanya haus akan Tuhan. Lebih baik baginya berada satu hari di pelataran Tuhan daripada di tempat lain. Taurat Tuhan adalah kenikmatannya. Tapi ketika melihat kemolekan tubuh Betsyeba dari rooftop istananya, ia tak berdaya. Kalau saja penggalan kisah ini dituangkan secara detail ke dalam film, maka logika kita tidak akan pernah mampu menerimanya. Bagaimana mungkin seorang yang hidup benar dan dekat Tuhan bisa melakukan kejahatan yang teramat keji?

Coba resapi pelan-pelan dan bayangkan: Daud masuk ke kamarnya dengan gelisah. Ia terus membayangkan kemolekan tubuh Betsyeba, dan tidak peduli kalau itu istri orang. Sepanjang hari dan malam, ia terus terobsesi akan sebuah kenikmatan seksual dari Betsyeba. Ia lalu memanggil istri orang itu ke istananya secara diam-diam dan menidurinya tanpa merasa berdosa. Tidak berhenti sampai di situ, ia bahkan mengundang suami wanita yang diperdayainya itu. Bagi sang suami adalah hal yang menyenangkan untuk dipanggil ke istana raja, sebuah kehormatan. Tapi sebenarnya ia diundang untuk dimanfaatkan dan diperdayakan. Bayangkan bagaimana sang suami disuruh membawa surat, yang isinya adalah perintah, agar ia dibunuh di medan perang. Sungguh cerita yang sangat keji dan kejam. Sang suami harus mati, agar Daud bebas menikmati dosanya. Sebuah kejahatan dosa yang extraordinary.

Bagaimana dosa itu mengerikan dan menakutkan, bisa dilihat dalam kisah orang-orang seperti: Vlad the Impaler, Hitler, H.H Holmes, The Bloody Countess Elizabeth Bathory, hingga para kartel narkoba di Amerika Selatan yang begitu bengis dan kejam. Sungguh di luar logika, bahwa ada manusia yang dengan sadar tega memanipulasi, menyiksa secara sadis, hingga membunuh, dan menikmati kebrutalan itu.

Bagaimana mungkin seorang pimpinan kartel narkoba tega membantai keluarganya sendiri demi mempertahankan kekuasaannya dan bisa tetap menimbun uang. Lalu ia menggunakan uang itu untuk mempertahankan kekuasaannya, agar dapat menghasilkan uang yang banyak. Uang yang banyak itu digunakan untuk membunuh, membeli orang, memuaskan segala hawa nafsu, dan membuatnya semakin ditakuti. Sebuah siklus hidup yang semata-mata diwarnai oleh dosa. Sekarang pertanyaannya bisa ditarik lebih jauh lagi ke belakang. Kenapa manusia bisa berdosa? Bagaimana dosa bisa terjadi? Bagaimana dosa bisa menjadi semacam kutukan yang diam dan mendarah daging dalam tubuh dan jiwa manusia? Jawabannya dimulai ketika Lucifer dalam kesombongannya ingin mengatasi Sang Pencipta

Lucifer ingin menempatkan diri di posisi Tuhan, lalu melakukan pemberontakan. Mungkin bagi Lucifer, kekuasaan adalah sebuah kenikmatan, bisa menikmati sanjungan dan puja-puji sebagai yang mahamulia dan mahatinggi. Dan itu pula yang dibisikkannya ke telinga manusia. Manusia pun terperdaya, dan kemudian memberontak terhadap pesan dan amanat Allah. Dari satu orang itulah, semua manusia di dunia menjadi berdosa. Ketidakberdayaan manusia pertama melawan kuasa dosa, telah menjadi kutukan turun-temurun. Dan yang mengerikan, tak satu pun usaha manusia yang sanggup melawan kutukan dosa tersebut. Kecenderungan hati manusia hanyalah melakukan dosa. Lalu bagaimana cara menghentikan dosa itu? Adakah suatu kekuatan yang dapat menghentikannya? Ada, kata para pertapa: berdiam dirilah di gua-gua, semedilah di tempat-tempat yang sunyi. Tapi ternyata dosa tak pernah berhenti mengejar. Di dalam kesendirian, justru terbangun suatu sikap pengagungan diri sendiri, bahwa ia adalah orang yang suci, bahwa ia adalah orang yang paling benar. Dosa kesombongan itu tak bisa dihilangkan. Ada yang menganjurkan untuk berpuasa dan memperbanyak perbuatan baik.

Tapi ternyata usaha manusia itu hanya sia-sia. Puasa dan perbuatan baik berubah jadi ritual yang membuat para pelakunya menjadi orang-orang yang munafik, menjadi manusia yang radikal dan ekstrem. Ada yang berusaha dengan aktif melayani di gereja, dengan mengambil kuliah teologia, dengan kegiatan bermisi, dengan memberikan persembahan yang banyak, dengan membaca firman Tuhan setiap hari, dengan berdoa terus-menerus, dengan ritual-ritual keagamaan yang diberikan oleh bapa-bapa gereja. Tapi ternyata itu pun bukan jawabannya. Justru sering kali penyesatan-penyesatan terjadi ketika mencoba menjalani hidup melalui pemahaman kerohanian yang dijalani dan dilakukan secara ekstrem dan ketat. Kalau begitu, sama sekali tidak ada jalan bagi kita untuk hidup benar dan terhindar dari dosa dan kutukannya? Jawabannya, tentu saja tidak! Ada anugerah dan terang besar yang dikerjakan oleh Allah sendiri untuk menghalau dosa manusia, untuk memampukan manusia kembali ke sasaran yang semula, yaitu berdamai dengan Allah. Karena satu orang, semua manusia telah jatuh ke dalam dosa, dan oleh Satu Pendamai, semua manusia kembali dipersatukan dengan Allah. Sungguh suatu anugerah yang besar, bahwa dosa yang begitu menakutkan dan mengerikan, telah dibayar dengan darah yang mahal, darah Tuhan sendiri.

Dosa dan maut telah dipatahkan sengatnya lewat pengorbanan Yesus di kayu salib, lewat kematian dan kebangkitan-Nya. Manusia telah dibebaskan dari kutuk dosa. Artinya, manusia sekarang punya kekuatan oleh anugerah untuk bisa hidup suci dan bersih. Manusia kini bisa kembali menikmati hidup yang suci dan kudus. Tiada lagi jarak antara ciptaan dan Sang Pencipta. Kita bisa menghampiri tahta Mahakudus Tuhan dan diam di dalamnya. Persekutuan yang benar dengan Kristus adalah senjata utama dalam melawan dosa. Yang dimaksud adalah menempatkan Tuhan di posisi yang semestinya, yakni yang layak disembah, yang layak dipuji, dan yang layak diikuti, menempatkan diri kita sebagai manusia yang lemah, yang semata-mata hanya bisa hidup oleh anugerah pengampunan, belas kasihan, dan kekuatan dari Tuhan Yesus. Hanya dengan kekuatan Roh Kudus, kita bisa melawan dosa yang sangat keji dan menakutkan itu. Yesus adalah terang itu sendiri, sehingga kegelapan tak akan pernah menguasai-Nya. Dan kalau kita adalah anak-anak-Nya, maka kita pun adalah anak-anak terang, sehingga dosa yang gelap tidak akan pernah menguasai kita. Bagaimana mungkin kegelapan bisa menyelimuti manusia, kalau terang itu ada dan bercahaya dalam diri manusia? Barangkali kisah seorang wanita bernama Hilda - yang dikisahkan pendeta Yohan Candawasa dalam khotbahnya - hanyalah suatu kisah, bagaimana hanya dengan anugerah Tuhan, seseorang bisa terbebas dari lilitan dosa.

Hilda dijual ke rumah bordil sejak umur empat tahun, bergelimang heroin, dianiaya, menjadi pemuas nafsu hingga seratus orang laki-laki. Di saat ia mau bunuh diri, Yesus hadir dalam kehidupannya. Hidupnya pun berubah total. Ternyata ada jalan untuk pembebasan dosa, dan jalan itu adalah Yesus! Tidak ada cara lain, selain menerima-Nya. Yesuslah satu-satunya tiket untuk keluar dari dunia gelap.

DIA-lah satu-satunya yang tidak menyayangkan nyawa-Nya di kayu salib untuk penebusan dosa, sehingga siapapun bisa membuat sebuah kisah, yang tidak seperti di film-film yang buram, melainkan sebuah kisah nyata, di mana ada kasih, damai sejahtera, terang, sukacita, dan kehidupan.