Setelah Raja Daud lengser, Salomo menggantikan ayahnya menjadi raja dengan proses yang tidak mudah. Anak sulung Daud, Adonia sempat tidak setuju, namun Salomo akhirnya mendapat dukungan sehingga ia dinobatkan menjadi raja. Salomo dikenal sebagai raja Israel dengan hikmat dan kebijaksanaannya yang luar biasa. Di bawah kepemimpinan raja Salomo, bangsa Israel hidup dengan makmur dan damai.

Namun, ia menyadari keterbatasannya untuk memimpin bangsa Israel pada awal kepemimpinannya, lalu ia berdoa memohon bimbingan Tuhan, karena usianya yang masih belia dan ia mendapat tahtanya karena diwariskan oleh ayahnya. Hal ini menunjukkan bahwa ia mengandalkan Tuhan dalam setiap perbuatannya. Kala ia tidur, Tuhan menampakkan diri-Nya dalam mimpi Salomo, dan bertanya tentang apa yang ia butuhkan untuk memimpin. Tuhan menawarinya umur panjang, kekayaan, nyawa musuhnya, ataupun hal duniawi lainnya, tetapi Raja Salomo meminta hati yang paham untuk membimbing umatnya atau pengertian akan kasus hukum di negeri Israel. Dalam Yohanes 16:24, Tuhan menawarkan kita untuk meminta apapun supaya penuhlah sukacita kita.

Tuhan sangat berkenan dengan permintaan Raja Salomo, karena ia tidak menunjukkan keserakahan materiil maka Tuhan melimpahkan bahkan yang tidak raja Salomo pinta. Sebagai orang percaya, kita perlu mengenal hati Tuhan. Raja Salomo bukan saja dikaruniai dengan hikmat tetapi juga wawasan dan visi iman, Tuhan memberkati kepemimpinan raja Salomo karena ia senantiasa tekun dalam doa. Ia mengutamakan pembangunan bait suci Allah dibanding membangun istananya, sebab bait suci Allah merupakan tempat Allah berdiam diri di antara umatnya.

Menyadari kasih setia Tuhan, raja Salomo pun tersungkur di dalam doa dan syukur pada-Nya. Di masa sekarang, tubuh kita adalah bait suci Allah, sebab tertulis dalam kitab 1 Korintus 6:19-20. Maka kita harus menjalani relasi yang baik dengan Roh Kudus sebagai orang percaya di hadapan Allah. Perjalanan doa Salomo merupakan contoh perjalanan man kita yang dipenuhi dengan jatuh-bangun. Sayangnya, raja Salomo lalai menjaga hatinya sehingga Ia tergelincir di puncak kejayaannya. Ia membangun kuil untuk memuja dewa orang Moab, Sidon, dan Amon, untuk banyak isterinya yang masih kafir, sehingga ia menyembah berhala dan menduakan hatinya kepada Tuhan. Agar kehidupan raja Salomo dapat dijadikan sebagai peringatan sekaligus teladan, Tuhan tetap mencatat titik kebesaran hati dari raja Salomo, terutama di setiap doanya.

Pertanyaan refleksi untuk kita: Apa atau siapa yang menjadi fokus doa kita dalam setiap syafaat kita? Jika doa menjadi cerminan kejujuran diri, apa yang dapat diperbaharui dalam warna doa, supaya doa lebih terpusat “besar dan mulia” seperti contoh doa raja Salomo, mengingat Tuhan menilik hati terdalam orang percaya, khususnya dalam menjaga hati, supaya jangan kita lalai dan kecolongan sehingga hidup jadi melenceng di hadapan Tuhan.