Kita sering mendengar kata “pemimpin”. Jika kita mengetikkan kata leaders di www.yahoo.com maka akan keluar 21.800.000 referensi mengenai pemimpin/ kepemimpinan. Mengapa kita perlu belajar kepemimpinan?

Karena setiap manusia adalah pemimpin. Eka Darmaputera menyatakan bahwa setiap kita ditentukan dan dipanggil Tuhan untuk menjadi pemimpin. Konsep kepemimpinan yang biblikal adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Mungkin sebagian kita belum pernah mendengar istilah servant leadership. Sebuah istilah yang paradoks, yaitu servant (pelayan) dan leadership (kepemimpinan). Istilah ini kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “kepemimpinanpelayan”, lebih populer “kepemimpinan yang melayani”.

Istilah servant leadership dipopulerkan oleh Robert K. Greenleaf (1904- 1990) melalui sebuah karya tulis yang diterbitkan pada tahun 1970 “The Servant as Leader”. Robert Greenleaf mengakui bahwa kata servant diambil dari Alkitab dimana referensi servant tercatat sebanyak 1.300 di Alkitab. Greenleaf juga mengakui bahwa ia sangat terkesan dengan Yohanes 13, perikop Yesus membasuh kaki murid-muridNya, yang menjadi inspirasi bagi karya tulisnya tersebut. Greenleaf dan pakar leadership lainnya telah memperkenalkan filsafat kepemimpinan yang melayani ke berbagai organisasi laba dan nirlaba, gereja, badan pelayanan sosial, instansi pemerintah, dll. Kepemimpinan yang melayani telah menjadi model kepemimpinan yang sudah diadopsi berbagai institusi saat ini. Bagaimana dengan kepemimpinan di gereja? Apakah kita sudah mempraktekkan kepemimpinan yang melayani dengan meneladan kepada Kristus? Ironisnya, menurut Sen Senjaya, dunia bisnis yang sering dipersepsi sebagai dunia sekuler, kotor, dan keras semakin gencar mengadopsi prinsip dan pola kepemimpinan yang alkitabiah. Sementara di pihak lain, gereja malah mengaborsi prinsip dan pola tersebut.

Pemimpin adalah Hamba

Kepemimpinan yang melayani adalah inti dari kepemimpinan Kristen. Semua orang Kristen tidak saja adalah pemimpin tetapi dipanggil juga untuk menjadi pelayan yang melayani sesama dengan meneladan kepada Kristus. “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20:26-28). Panggilan dari Kristus untuk melaksanakan kepemimpinan yang melayani sangat jelas dan tidak samar-samar. Yesus tidak menaruh batasan waktu, tempat atau situasi yang membuat kita tidak taat pada perintah-Nya.

Kepemimpinan yang melayani harus menjadi statement hidup bagi kita yang tinggal di dalam Kristus. Kepemimpinan yang melayani adalah fondasi kita dalam memperlakukan sesama. Melalui kepemimpinan yang melayani kita memperlihatkan cinta kasih Kristus kepada seluruh dunia. Motivasi kepemimpinan yang melayani tidak berfokus pada kekuasaan tetapi kerendahan hati seorang pemimpin. Konsep pemimpin dalam Alkitab adalah hamba. Unsur yang sangat esensial dalam kepemimpinan yang melayani menurut Eka Darmaputera adalah “pelayanan”. Pemimpin itu berarti melayani, mengabdi, menghamba. Seorang pemimpin harus memilki sikap mental seorang pelayan. Harus memiliki motivasi seorang abdi.

Harus bersikap dan bertindak bagai seorang hamba. Ia adalah pemimpin yang menghamba sekaligus hamba yandi kayu salib. Di taman Getsemani, Yesus berdoa, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukan kehendak-Ku, melainkan Kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Beban untuk menanggung kesalahan dan dosa manusia terlalu berat bagi Kristus. Pada tiitik ini sebenarnya Kristus dapat pergi begitu saja. Tetapi Kristus tidak melakukannya karena model kepemimpinan yang melayani menjadi modus pelayanan-Nya. Kita dapat mencontoh keteladanan ini dengan mengesampingkan kepentingan pribadi, rela berkorban, menempatkan kepentingan sesama di atas kepentingan pribadi. Yesus mengatakan bahwa wibawa seorang pemimpin ditentukan oleh sejauh mana dia bersedia melayani, karena Yesus juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (Markus 10:45).

Kebesaran seorang pemimpin Kristen terletak pada berapa banyak orang yang dilayaninya bukan berapa banyak orang yang menjadi pengikutnya. Setiap orang Kristen seharusnya menjadi pelayan. Yang menjadi tekanan bukanlah aspek “pemimpin”, namun aspek “pelayan.” Kita dapat menjadi pelayan yang bukan pemimpin dan sebaliknya kita dapat menjadi pemimpin yang bukan pelayan. Untuk menjadi pemimpin yang melayani, kita harus menjadi pelayan dulu. Pemimpin yang melayani adalah orang yang melayani dengan memimpin dan pada saat yang bersamaan memimpin dengan cara sedemikian rupa dengan meneladani sikap pelayan. Pemimpin berhenti menjadi pemimpin yang melayani apabila ia tidak memimpin dengan sikap yang benar. Pelayan berhenti menjadi pemimpin ketika ia berhenti memimpin. Tatkala seorang mampu membuktikan kemampuannya melayani orang lain, ia membuktikan bahwa ia mampu mengalahkan diri sendiri.

Pemimpin yang melayani, bukanlah pemimpin yang otoritasnya berdasarkan pada posisi atau status kepemimpinan yang disandangnya tetapi berdasarkan panggilan, visi, dan prinsip nilai-nilai. Memang, melayani sesama sebagai inti kepemimpinan tidaklah mudah, tetapi bagaimanapun juga kita harus konsisten melaksanakannya. “Sungguh pun aku bebas dari semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang” (1 Kor 9:19). Paulus dengan sukarela dan sukacita menjadikan dirinya hamba untuk melayani sesama. Pemimpin yang melayani adalah seorang yang memiliki kerendahan hati dan hubungan yang baik serta taat kepada Tuhan. Kemampuan kita untuk menjadi pemimpin yang baik sangat tergantung seberapa dekat relasi kita dengan Tuhan.

Menurut John Stott, “Fundamental to all Christian leadership and ministry is humble personal relationship with the Lord Jesus Christ, devotion to him expressed in daily prayer and love for him expressed in daily obedience. Without this, Christian ministry is impossible. In addition to this, being Christ’s subordinates, we are accountable to him for our service, for he is our Lord and our judge. This fact brings both comfort and challenge”.

Pemimpin yang melayani meneladan kepada Kristus, menggunakan otoritas yang dimiliki bukan untuk memerintah orang lain, melainkan untuk melayani. 1 Petrus 5:3 “Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.” Kepemimpinan yang melayani erat kaitannya dengan kerendahan hati, ketaatan, dan keteladanan. Kita harus taat kepada Kristus dengan menjadi teladan sebagai seorang pemimpin.

Keberhasilan Seorang Pemimpin

Apakah tolak ukur keberhasilan melaksanakan kepemimpinan yang melayani? Jawabannya, apakah mereka yang kita layani senantiasa bertumbuh? Bertumbuh dalam segala aspek kehidupan adalah sebuah proses dimana Tuhan membentuk kita semakin serupa Kristus. Melalui kuasa dan FirmanNya, pola pikir dan perilaku kita akan mudah diubahNya ke jalan yang benar sehingga seluruh aspek kehidupan kita dapat bertumbuh dan berpusat kepada Kristus. “Dengan teguh berpegang pada kebenaran di dalam kasih, kita bertumbuh di dalam segala di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus yang Kepala” (Efesus 4:15). Supaya orang di sekeliling kita bertumbuh di dalam Tuhan, kita dipanggil untuk melayani sebagai pemimpin bukan sekedar penonton. Pikiran, perkataan, dan perbuatan yang dilakukannya bukan untuk mendapatkan penghargaan bagi dirinya sendiri tetapi untuk Tuhan. Kepemimpinan yang melayani adalah filosofi kepemimpinan (pelayanan) yang diwariskan oleh Kristus kepada kita untuk dipraktekkan. Semua yang kita miliki adalah milik Tuhan. Kita adalah pemimpin yang mengelola milik Tuhan dan harus mempertanggungjawabkan hasil pengelolaan ini kepada Tuhan. Namun bila kita memimpin dengan meneladan kepada Kristus, niscaya akan menghasilkan buah. Yoh 13:12- 15, “Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Tuhan dan Gurumu, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan.

Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Siapa yang terbesar di antara kamu, dialah pelayanmu! g memimpin. Karakter yang harus dimiliki pemimpin yang melayani adalah “hati yang melayani.” Harus ada transformasi hati dan perubahan karakter untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Jika motivasi didorong oleh keinginan pribadi, maka Kristus tentu akan memilih tidak menjalani penderitaan