Ketika kita membaca Yohanes 12:20-26, kita tahu bahwa latar belakang penulisan ayat ini adalah saat menjelang kematian Tuhan Yesus, saat di mana Tuhan Yesus tahu persis, bahwa waktu kematian-Nya sudah dekat.

Pada saat itu terdapat jugalah orang-orang Yunani di antara mereka yang datang untuk beribadah. Mereka diperkirakan merupakan bagian dari para pendatang yang tersebar di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, yaitu orang-orang yang bertobat, lalu memeluk agama Yahudi. Kita tahu, bangsa Yunani adalah bangsa yang gemar mempelajari filsafat.

Tentunya maksud mereka meminta untuk bertemu dengan Yesus bukanlah sekedar ingin melihat Yesus saja, tapi karena mereka sudah mendengar tentang Yesus, baik tentang apa yang sudah dilakukan Yesus maupun ajaran-Nya. Mereka tahu, Yesus adalah sumber kebenaran yang dapat mengisi jiwa mereka. Mereka ingin belajar dari Yesus. Artinya, kedatangan orang-orang Yunani menunjukkan, bahwa kehidupan Yesus baik dalam pengajaran dan pelayanan-Nya telah memberi dampak kepada orang di luar Israel. Yesus sungguh memahami tanda tersebut, bahwa telah tiba saatnya Anak Manusia dimuliakan, yang juga menunjukkan bahwa tujuan Allah telah digenapi oleh Anak Manusia. Yesus taat pada kehendak Bapa. Dan gambaran tentang sebuah biji gandum yang harus mati untuk menghasilkan banyak buah, memiliki makna bahwa penyerahan diri Yesus dan nyawa-Nya, adalah agar orang banyak bisa menerima hidup kekal. Gambaran ini juga digunakan Yesus dalam ayat 32, “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” Hal serupa dapat kita lihat juga di perikop sebelumnya, di ayat 19, ketika orang-orang Farisi berkata, bahwa seluruh dunia datang mengikuti Dia.

Penekanan berikutnya, bahwa orang yang mencintai nyawanya akan kehilangan nyawanya, tetapi orang yang tidak mencintai nyawanya di dunia ini, akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Hal ini menunjukkan bahwa ada pilihan dan konsekuensinya, yang dihadapi manusia ketika memberi respon pada tawaran Yesus, apakah mau menjadi pelayan atau hamba-Nya. Yesus mengingatkan, bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia, harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Dia (Markus 8:34). Oleh karena itu pada ayat 26, kita dapat melihat apa yang Yesus inginkan dalam hidup kita sebagai murid, pengikut Yesus. Ada 3 poin utama yang dapat kita pelajari untuk dapat menjadi seorang murid, pengikut Yesus, atau hamba-Nya, yaitu:

1. Yesus berkata:” Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku...”

Pada ayat ini, ada penekanan pada kata “Aku,” yang menegaskan, bahwa undangan ini adalah untuk melayani Dia, bukan yang lain. Dalam perikop ini, Yesus menegaskan, bahwa siapapun yang mau melayani Dia, haruslah mengikut Dia. Apa yang dimaksud dengan mengikut? Zaman sekarang banyak sekali mobil-mobil yang dilengkapi dengan GPS (Global Positioning System). Pengendara tinggal mengikuti arah yang ditunjuk – belok kanan – belok kiri – 2 lampu merah berikutnya bla-bla-bla

Lalu bagaimanakah kita mengikut Kristus? Dalam mengikut Tuhan, ada pergumulan yang harus kita lalui, ada salib yang harus kita pikul, dan ada tanggung jawab yang harus kita kerjakan. Mengikut Tuhan bukanlah seperti sebuah Dalam mengikut Tuhan, ada pergumulan yang harus kita lalui, ada salib yang harus kita pikul, dan ada tanggung jawab yang harus kita kerjakan. Mengikut Tuhan bukanlah seperti sebuah sekolah umum atau sebuah kursus tertentu, di mana mereka yang telah menempuh studinya akan meninggalkan guru dan sekolahnya, kemudian menjalani hidupnya sendiri. Selama seseorang itu mengambil komitmen untuk melayani Tuhan, ia harus terus mengikuti, mencari pimpinan Tuhan, menyesuaikan diri dengan pimpinan dan kehendak Tuhan. A.W. Tozer mengatakan bahwa: People who are crucified with Christ have three distinct marks:

1. they are facing only one direction

2. they can never turn back

3. and they no longer have plans of their own.

Apakah kita menyadari dengan sungguh, bahwa ketika kita berkomitmen mengikut Yesus, menjadi murid Kristus, maka kita harus senantiasa datang kepada-Nya, menanyakan dan memohon pimpinan-Nya, menyangkal diri dan memikul salib? Seperti yang dikatakan A.W.Tozer, kita hanya memiliki satu arah yang menuju pada Kristus: apa yang Tuhan ingin saya kerjakan, bukan apa yang ingin saya kerjakan. Namun tanpa kita sadari, perjalanan kita mengikut Kristus lebih banyak mengalami pergeseran. Kita tidak lagi sebagai pengikut, tetapi lebih sering menyuruh Tuhan mengikut kita. Kita lupa, bahwa kita adalah murid yang harus mengikuti Gurunya, pelayan yang harus mengikuti Tuannya, bukan sebaliknya. Banyak di antara kita yang dengan cepat menjawab, “Ya, saya ini pengikut Kristus,” namun disangsikan, apakah kita benar-benar memahami apa yang kita katakan. Mengutip kalimat Inigo Montoya, “Yang saya maknai sepertinya tidak sama dengan yang Anda maknai.” Inilah yang Tuhan Yesus ingatkan pada murid-murid-Nya, seperti yang dicatat di Matius 7: 21-23, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan orang yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.

Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan muzijat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan.” Ironis bukan, ketika kita merasa sudah melakukan begitu banyak kegiatan gereja, merasa menjadi murid yang baik, hamba yang sudah melakukan semua pelayanan, ternyata Tuhan tidak mengenal kita? Yesus mengingatkan kita, untuk tidak terjebak mengklaim, bahwa kita sudah melakukan pekerjaanpekerjaan yang mahahebat dalam pelayanan kita, namun cara hidup kita sehari-hari tidak mencerminkan, bahwa kita adalah pengikut Kristus.

2. Selanjutnya Yesus berkata, “Di mana Aku berada, di situ pelayan-Ku akan berada.”

Panggilan mengikut Tuhan merupakan panggilan agar kita berjalan bersama dengan Tuhan, yang berarti kita harus ada di mana Tuhan berada. Jika Yesus harus melalui jalan salib, dapatkah seorang yang mengikuti-Nya hanya berada di jalan raya saja? Tentu tidak. Kita harus mengikuti teladan Tuhan. Yesus tahu salib ada di depan, namun Dia tetap taat sampai menyerahkan nyawa-Nya. Itu berarti kita harus berani menyangkal diri, kehilangan hidup dan kenyamanan, bagi kepentingan Tuhan yang kita layani.”

3. “Barangsiapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa.”

Allah menghargai setiap penderitaan, kesakitan, dan kesedihan kita dalam melayani Anak-Nya, dan semua itu akan menjadi sebuah anugerah kehormatan yang diberikan Bapa. Oleh sebab itu, kita sebagai hamba yang melayani, jangan mencari penghormatan di dunia ini. Jika kita mencari penghormatan itu, maka kita akan lebih mudah kecewa dan tawar hati. Apalagi ketika kita tidak dihargai atau dipuji pada saat kita merasa sudah melakukan pelayanan kita secara maksimal, bahkan mungkin juga kita sudah merasa berkorban banyak, tapi tidak ada penghargaan. Ingatlah sentral pelayanan kita, yakni dengan segenap hati melayani Tuhan, bukan manusia (Efesus 6:7). Roma 11:36, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selamalamanya.” 

Refleksi

Sudah waktunya kita memeriksa hubungan kita dengan Yesus: apakah kita memiliki hubungan yang istimewa dengan-Nya, atau Yesus hanyalah sekedar rutinitas akhir minggu atau sedikit lebih dari itu? Hubungan kita dengan-Nya adalah sebagai pengikut atau penggemar? Fan or Follower?