Di tengah degradasi moral, sekolah atau lembaga yang dapat membimbing anak untuk bukan saja bermoral benar tetapi juga beriman teguh, sungguh sangat diminati.

Tidak mengherankan jika menjelang tahun ajaran baru, ‘trending topic’ di antara ibu-ibu adalah mencari sekolah yang serba lengkap – yang memiliki keunggulan secara akademis, spiritual dan moral. Dalam kaitannya dengan nilai-nilai moral, pemerintah menyediakan kurikulum 2013. Tetapi adakah lembaga yang dapat menjawab seluruh kebutuhan tersebut?

Akhir-akhir ini banyak ahli berbicara tentang pentingnya iman dan perbuatan untuk mendasari pendidikan seorang anak. Alkitab memberikan penekanan khusus pada pendidikan iman anak dan Kitab Ulangan memberikan porsi yang besar pada orangtua untuk menjadi wakil Allah mendidik iman anak, mendidik anak mengenal kebenaran sehingga anak boleh menjadi pribadi yang diperlengkapi menghadapi tantangan jaman. Dikenal dengan nama ‘Shema’, Ulangan 6:4-9 menjabarkan peran strategis orang tua dalam mengasuh anak-anak mereka dalam kebenaran. Ulangan 6 ini adalah deklarasi iman orang Israel yang mengakui bahwa Tuhan itu satu, hanya YHWH yang adalah Allah.

“Dengarlah … “ adalah kata pertama Musa menyapa para kaum bapak sekaligus menuntut ketaatan mereka pada YHWH yang esa, Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Kepada Allah inilah seorang Yahudi harus taat menyembah dengan totalitas keberadaan mereka – dengan segenap hati sebagai pusat dari pikiran, dengan segenap jiwa – seluruh emosinya dan dengan segenap kekuatan fisiknya. Tuntutan Allah untuk pengabdian yang intensif ini disebut oleh Tuhan Yesus sebagai ‘Hukum yang Terutama’ (Mat. 22:37-38, Mrk 12:29-30), “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.” Untuk mengingat dan melekatkannya di hati, seorang Yahudi wajib untuk mengatakan ‘shema’ di pagi dan malam hari. Panggilan pada setiap bapak untuk mengasihi Tuhan memampukan seorang Bapak untuk memenuhi perintah selanjutnya yaitu “Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang…” Penekanan yang diberikan di bagian ini bukan saja repetisi, tetapi orang tua terus menerus berusaha dengan rajin dan tekun mempertajam dan mengklarifikasi pengertian anak tentang Tuhan yang mereka percaya. Dengan metode yang multi-faset – melalui keteladanan, cerita, musik, contoh-contoh, tanyajawab, debat, segala macam bentuk interaksi di dalam rumah maka rumah menjadi wadah yang subur untuk bertumbuhnya iman anak. Panggilan pengasuhan ini adalah wujud tanggung jawab orangtua sebagai respons kepada Tuhan yang telah memberikan ‘hadiah,’ keturunan yang merupakan gambar dan rupanya sendiri. Demikian pentingnya peran orangtua dalam membina iman anak dapat disimak dari timbulnya suatu gerakan ‘Ulangan 6.’ Gerakan Ulangan 6 atau Deuteronomy 6 adalah gerakan yang secara khusus menekankan pemberdayaan orang tua, rumah, pernikahan, pemimpin, dan gereja-gereja untuk menjalani kisah Ulangan 6. Pemuridan di rumah terjadi melalui keseharian hidup.

Ayah dan ibu memiliki kesempatan luar biasa untuk membagikan iman mereka pada anak-anak mereka. Dalam keseharian hidup itulah seorang anak dapat mengajukan pertanyaan ini: “Ma, kita hidup di dunia disuruh ngapain ya sama Tuhan Yesus?” Memangnya setiap hari susunannya sama ya, Ma... bangun, mandi, sekolah, pulang, makan, bobo terus mandi, makan tidur lagi?” (Farrensia Ivy, TK A). Bagaimana kita sebagai orang tua meresponinya? Anak sedang berusaha mencari, menggali, mempertajam pengertian mereka akan suatu ‘ritual’ yang dia jalani di dalam hidup.

Mari kita pakai kesempatan yang Tuhan sudah berikan pada kita sebagai orang tua untuk memberikan dasar yang teguh bagi iman mereka, mempersiapkan mereka menghadapi dunia yang tidak ramah ini. Mari kita bergandengan tangan dengan gereja, lembaga pendiidkan, komunitas kristiani untuk bisa teguh berdiri dengan keyakinan akan panggilan agung ini. Melihat kebelakang, bagaimana rekam jejak Saudara?