Dalam pandangan ilmu bahasa, kata keterangan waktu memberikan kita penjelasan tentang suatu masa dalam kehidupan. Entah itu waktu yang kita habiskan dalam sehari selama 24 jam, seminggu selama 168 jam, sebulan, ratarata selama 720 jam, atau entah itu satu tahun, selama 8.760 jam.

Seperti apa maknanya, semuanya tergantung pada seberapa berkualitas waktu yang kita gunakan. Namun, bagaimana dengan jam kehidupan orang Kristen? Bagaimana orang Kristen memaknai waktu dalam kehidupannya? Apakah waktu yang diberikan Tuhan sudah dapat dimaknai dan digunakan dengan baik? Pertanyaaanpertanyaan semacam ini yang menjadi refleksi Penulis, tentang bagaimana kita sebagai orang Kristen yang telah diberi waktu, menatap dan menghidupi janji agung tentang keselamatan kehidupan kekal. Pada konteks inilah Tuhan mengajarkan kita untuk mampu menggunakan dan menghidupi waktu dengan baik. Oleh karena itu, di dalam Alkitab sendiri, pembicaraan mengenai waktu cukup banyak diulas, khususnya pada masa penciptaan bumi dan segala isinya (Kej 1: 1-31).

Tuhan dinarasikan menggunakan waktu dengan baik, dari penciptaan hari yang pertama sampai dengan hari keenam, lalu pada hari ketujuh beristirahat dan melihat semua ciptaan-Nya begitu baik dan indah (Kej 2: 1-7). Selanjutnya, penjelasan tentang waktu juga cukup jelas digambarkan sebagai bentuk teguran atas kehidupan umat Kristen. Kitab yang dimaksud adalah kitab Pengkotbah, khususnya Pengkotbah 3: 1-22, bahwa pada dasarnya, untuk segala sesuatu ada waktunya. Termasuk juga di dalam perjalanan kehidupan kita saat ini, dengan segala apa yang terjadi, juga tidak terlepas dari waktu. Sering kali, waktulah yang mengontrol kehidupan kita. Waktu seolah menjadi penentu ke mana arah kehidupan dan pengatur roda kehidupan kita. Padahal sesungguhnya, kitalah yang harus mampu mengendalikan waktu itu di dalam perjalanan kehidupan kita. Dalam kehidupan umat Kristen, kita seharusnya memandang waktu sebagai sesuatu yang sangat berharga, khususnya waktu untuk mengenal Tuhan. Seharusnya, dari waktu ke waktu, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan, dan dari tahun ke tahun, kehidupan kita harus memperlihatkan semangat untuk terus mau belajar dan bertumbuh di dalam Yesus Kristus, baik dalam kondisi suka dan duka. Jika waktunya sudah tiba, kita hanya bisa berharap, bahwa kita sudah menjalani waktu yang telah diberikan sesuai dengan keinginan-Nya. 

Tentunya kita harus bertanya, sudah berapa jam yang saya berikan, dan apa yang sudah saya lakukan untuk mengenal Tuhan? Saya kira, Tuhan sendiri menginginkan kita menggunakan waktu sebanyak-banyaknya untuk mengenal-Nya. Namun, jika diperhitungkan secara matematis, dengan meminjam istilah konsep perpuluhan, maka waktu yang harus kita berikan kepada Tuhan adalah minimal 2,4 jam perhari. Akan tetapi, perhitungan ini hanyalah sebatas angka saja. Jika tanpa diikuti dengan kualitas pengenalan, tentulah tidak menjamin, bahwa Yesus Kristus akan menganggap kita sungguh-sungguh mengasihiNya. Dengan kata lain, penggunaan waktu dapat menggambarkan kualitas hubungan atau relasi kita dengan Tuhan. Tidak berarti, bahwa kita akan berlomba dalam hal seberapa cepat kita dapat bertumbuh dalam Tuhan, melainkan kita berlomba dalam hal seberapa kokoh kita dapat bertumbuh dalam waktu yang diberikan Tuhan. Hal itu sejalan dengan pendapat dari Warren (2015:244) yang menegaskan kepada kita, bahwa kita tidak perlu mencemaskan seberapa cepat kita bertumbuh, karena Tuhan lebih memperhatikan seberapa kuat kita bertumbuh.

Tuhan memandang kehidupan kita dari dan untuk kekekalan, sehingga Tuhan tidak pernah terburu-buru. Waktu adalah milik Tuhan, dan kita hanya berada di dalam waktu-Nya Tuhan. Tuhanlah yang mengontrol seluruh kehidupan kita, dari awal kita dibentuk sampai akhirnya kita kembali kepada Sang Pemilik Waktu. Jika waktunya sudah tiba, kita hanya bisa berharap, bahwa kita sudah menjalani waktu yang telah diberikan sesuai dengan keinginan-Nya. Meminjam istilah jam nol yang digunakan di dalam bidang komunikasi, maknanya kurang lebih adalah detik-detik sebuah surat kabar harian mulai diputar pada sebuah mesin cetak. Begitu pun dengan kehidupan kita, Tuhan selaku pemilik waktu, juga akan memutar jam kehidupan kita. Ketika jam nol sudah dimulai, kita harus mengikuti waktunya Tuhan. Kita tidak akan pernah tahu, kapan berhenti, karena hal itu hanya ditentukan oleh kuasa dan kehendak Tuhan. Jam kehidupan itu hanya sekali diputar oleh Tuhan, tanpa bisa diputar ulang oleh kita.

Oleh karena itu, ada baiknya kita harus menggunakan waktu itu dengan baik, agar kelak tidak menyesal. Selanjutnya, jam nol itu di kemudian hari akan berubah menjadi jam terakhir. Meminjam istilah jam terakhir dalam bidang komunikasi, maknanya kurang lebih adalah menitmenit terakhir untuk menerima berita, sebelum surat kabar mulai dicetak. Begitu pula, jam terakhir kehidupan orang Kristen akan berdentang, saat waktu yang diberikan sudah habis. Tuhan akan mencetak nama kita, apakah termasuk dalam daftar orang yang dikasihi Tuhan atau tidak. Dalam menit-menit terakhir seperti ini, akan sangat menyedihkan, bila ternyata kita belum menyediakan waktu untuk mengenal Tuhan dan bekerja di ladang-Nya.

Oleh karena itu, selama kehidupan masih berjalan dan jam terakhir kehidupan kita belum berdentang, marilah kita menggunakan waktu sebaikbaiknya untuk menyenangkan hati-Nya. Selamat menjalani jam kehidupan Tuhan.

Penulis adalah Dosen Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang.