2 Timotius 4:7 “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.”

Alkisah, di sebuah kota besar, ada sebuah lomba pacuan kuda tahunan yang sangat dinantikan oleh seluruh warganya. Sejak pagi, lapangan pacuan kuda di tengah kota sudah dipadati penonton. Di pagi yang cerah itu, seluruh peserta akan mengelilingi lintasan melingkar sepanjang 1000 meter sebanyak tiga kali. Siapa pun yang paling cepat menyelesaikan pacuan akan menjadi pemenang.

Lima belas menit sebelum balapan dimulai, para peserta lomba dan kuda tunggangan memasuki area start, termasuk Pak Tomas. Di masa mudanya, Pak Tomas adalah seorang penunggang kuda berprestasi. Beliau telah memenangkan banyak lomba pacuan kuda, baik tingkat daerah maupun nasional. Lomba kali ini adalah lomba terakhirnya sebelum ia dan kuda kesayangannya pensiun. Sebelum waktu tersebut tiba, ia ingin mengikuti satu lomba lagi dengan kuda cokelatnya. Orang menjuluki si kuda tersebut ‘Kilat’, karena dia berlari secepat kilat.

Hanya dalam hitungan menit lagi lomba segera dimulai. Para kuda mulai merasa gelisah. Mereka mendongak-dongakkan kepala, menghentak kaki, serta meringkik. Kilat pun ikut gelisah, menggelenggelengkan kepalanya terus-menerus.

Pak Tomas membisikkan sebuah kalimat sakti, “Kilat, yuk kita selesaikan lomba ini.”

Kilat mengangguk-anggukkan kepala. Dia meringkik tanda bahagia. Kalimat itulah yang membuatnya semangat setiap kali mereka berlomba. Panita mengumumkan bahwa pacuan akan segera dimulai. Para pembalap kuda segera menenangkan kuda mereka dan memfokuskan diri.

“Bersedia…”

Para peserta bersiap sedia. Pak Tomas menyesuaikan posisi duduknya.

“Siap…”

Kuda dan penunggang memantapkan diri, penonton menahan napas. Hanya dibutuhkan sebuah suara…

“DUAR!”

Suara pistol memekikan telinga. Gerbang dibuka, dan perlombaan dimulai! Dua belas kuda berlari kencang meninggalkan posisi start. Teriakan para penonton mengisi lapangan bagai dengungan lebah menyoraki jagoan mereka. Kilat dan Pak Tomas memulai dengan cukup baik. Mereka bukan berada di posisi terakhir, tetapi juga bukan di posisi pertama juga. Pak Tomas menjaga kecepatan Kilat agar berlari stabil, karena ia tidak ingin kudanya kelelahan sebelum balapan berakhir. “Yang penting kita selesaikan lomba ini. Menang kalah urusan belakangan,” ucapnya kepada Kilat setiap hari sebelum pertandingan. Perlombaan terus berlanjut. Peserta lomba telah menyelesaikan satu putaran. Sorakan para penonton terus bergulir mendukung peserta favorit mereka. Namun, dari seluruh sorakan tersebut, hampir tidak ada yang menyoraki seorang bapak tua dan kuda cokelat tunggangannya. Mungkin ada yang meragukan kemampuan atau telah lupa perjalanan kehebatan Pak Tomas dan Kilat di masa lampau, namun Pak Tomas tidak menghiraukannya. Ia telah bertekad bulat menyelesaikan pacuan kuda ini. Pertandingan memasuki putaran terakhir. Para peserta mempercepat lari kuda mereka, termasuk Pak Tomas.

“Ayo Kilat, lebih cepat, Yah!” seru Pak Tomas.

Kilat mempercepat larinya. Dengan cepat dan lincah dia menyalip satu persatu pesaingnya. Dari posisi sepuluh menuju posisi empat dalam waktu yang singkat. Pak Tomas bangga melihat kudanya masih memiliki semangat meski usia Kilat sudah tidak muda lagi. Ketika hendak menuju posisi ketiga dan melewati kuda hitam yang besar, tiba-tiba mereka secara tidak sengaja bertabrakan. Akibatnya, Kilat terjatuh! Kilat meringkik kesakitan sambil berguling-guling di lintasan tanah, sementara Pak Tomas terlempar sekitar satu meter. Pak Tomas terlihat menahan sakit dan sulit untuk bangun. Tangannya terus memegangi pinggangnya. Kilat sendiri nampak terbaring lemah tidak jauh dari Pak Tomas. Nafasnya tersenggal-senggal dan meringkik kesakitan. Pak Tomas dan Kilat terbaring di lintasan tanah dan sulit bergerak. Meskipun terjadi kecelakaan, balapan tetap berlanjut. Penonton terus memberikan dukungan kepada juara satu. Gegap gemuruh dukungan terus mengiringi satu per satu peserta menyelesaikan lomba pacuan kuda tersebut. 

Di ujung lintasan, Pak Tomas dan Kilat masih terbaring. Saat tenaga medis bergegas untuk membawa mereka keluar lapangan, Pak Tomas mengangkat kepalan tangannya. Sebuah tanda pantang menyerah. Beliau mencoba untuk berdiri lagi. Sambil menahan sakit di pinggangnya, dia berjalan menghampiri kudanya dengan langkah bertatih-tatih.

“Lat, Kilat. Berdiri! Ayo kudaku, kita selesaikan lomba ini!” ajak Pak Tomas.

Kuda cokelat itu masih tidak bergerak. Pak Tomas mengulang sampai tiga kali lagi. Setelah kali keempat, Kilat menegakkan kepalanya dan mencoba untuk berdiri. Beberapa kali dia terjatuh karena kakinya goyah, tetapi Pak Tomas tetap menyemangatinya. Tidak lama kemudian Kilat berhasil berdiri tegak. Pemiliknya menepuk lehernya.

“Kilat, yuk kita selesaikan lomba ini.”

Kilat meringkik pelan. Sambil berjalan pelan, ia mengikuti langkah Pak Tomas ke garis finish. Langkah mereka pelan, tertatih-tatih, tetapi penuh kepastian. Selangkah demi selangkah. Suasana lapangan pacuan kuda yang tadi gegap gempita menyambut kemenangan juara satu mendadak menjadi sunyi. Semua mata tertuju kepada sosok bapak tua dan kuda coklat yang berjalan terseok-seok menuju garis finish. Penonton nampak kaget melihat bapak tua dan kudanya masih ingin melanjutkan lomba walaupun mengalami kecelakaan.

Akhirnya, Pak Tomas dan Kilat berhasil melintasi garis finish. Napas mereka tersengal-senggal, tetapi mereka merasa sangat bahagia. Pacuan terakhir telah mereka selesaikan. Keheningan yang semula berubah menjadi sorak sorai. Terkejut menjadi keharuan. Penonton menyoraki peserta lomba terakhir yang berhasil menyelesaikan lomba. Sambil menangis terharu, Pak Tomas memeluk Kilat. Sekarang beliau sedang menikmati pensiun bersama keluarga dan kuda tercintanya. Koran yang memuat pertandingan itu dipasangnya di ruang tamu dengan bangga. Kalau ada tamu berkunjung dan melihat koran itu, lalu bertanya apa rahasia menuntaskan perlombaan tersebut, beliau menjawab, “Tetaplah tangguh, tuntaskan tugas yang diberikan, dan jangan menyerah.”

Hidup kita persis seperti sebuah lomba yang panjang. Terkadang kita mengalami kesulitan dan terjatuh keras. Namun, apakah kita masih memiliki tekad untuk bangkit kembali, seperti Paulus yang menyelesaikan pertandingan? Bersemangatlah dalam menjalani hidup dan tetaplah bertahan sampai akhir